Kemuliaan Belajar Hadits Nabi
KEMULIAAN BELAJAR HADITS
Bismillahir Rahmaanir Rahiim
Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu dia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Semoga
Allah mencerahkan (mengelokkan rupa) orang yang mendengar hadits dariku, lalu
dia menghafalnya – dalam lafadz riwayat lain: lalu dia memahami dan
menghafalnya –, hingga (kemudian) dia menyampaikannya (kepada orang lain),
terkadang orang yang membawa ilmu agama menyampaikannya kepada orang yang lebih
paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu agama tidak memahaminya.” (Hadits yang shahih dan
mutawatir).
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Abu Dawud (no. 3660), At-Tirmidzi
(no. 2656), Ibnu Majah (no. 230), Ad-Darimi (no. 229), Ahmad (5/183), Ibnu
Hibban (no. 680), Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabiir, (no. 4890), dan imam-imam lainnya.
Hadits ini adalah hadits yang shahih dan
mutawatir, karena diriwayatkan oleh lebih dari dua puluh orang sahabat radhiallahu ‘anhum dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, dan diriwayatkan dari berbagai jalur yang banyak sekali[1].
PENJELASAN HADITS
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan kemuliaan
orang yang mempelajari, memahami, kemudian menyampaikan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam hadits-hadits beliau kepada umat manusia. Sampai-sampai imam
Ibnul Qayyim ketika mengomentari hadits ini, beliau berkata, “Seandainya tidak
ada keutamaan mempelajari ilmu (tentang hadits Rasululah shallallahu ‘alahi wa sallam) kecuali (keutamaan yang disebutkan dalam hadits) ini, maka
cukuplah itu sebagai kemuliaan (yang agung), karena sungguh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mendoakan kebaikan bagi orang yang mendengar ucapan beliau shallallahu ‘alahi wa sallam, kemudian memahami, menghafal dan menyampaikannya (kepada orang
lain)[2].
Doa kebaikan yang
berupa kecerahan dan keindahan (rupa), yang diucapkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bagi
orang-orang yang mempelajari dan menyampaikan petunjuk beliau shallallahu ‘alahi wa sallam kepada umat
ini adalah sebagai Al-Jaza’u min jinsil ‘amal (balasan yang sesuai dengan perbuatan baik mereka), karena mereka
telah mengusahakan sebab sampainya petunjuk dan bimbingan kebaikan dalam hadits-hadits
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam kepada manusia, yang dengan mengamalkan ini semua, wajah manusia
akan menjadi putih berseri pada hari kiamat nanti, sebagaimana yang digambarkan
dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang
putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang
hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah
kamu beriman? karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".“Adapun
orang-orang yang putih berseri mukanya, Maka mereka berada dalam rahmat Allah
(surga); mereka kekal di dalamnya.
(QS. ALI-IMRAN; 106-107)[3]
(QS. ALI-IMRAN; 106-107)[3]
Dan
sungguh doa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam ini benar-benar terbukti secara nyata
pada diri orang-orang yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk mempelajari dan mendakwahkan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan sungguh-sungguh dan disertai dengan keikhlasan serta
mengharapkan balasan pahala dari Allah Ta’ala[4].
Mulla
‘Ali Al-Qari berkata, “Ada yang mengatakan, ‘Sungguh Allah telah mengabulkan
doa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam (tersebut), oleh karena itu kamu dapati para (ulama) ahli hadits
adalah orang yang paling bagus (elok) wajahnya dan indah penampilannya.
Diriwayatkan dari imam Sufyan bin ‘Uyainah bahwa beliau berkata, “Tidak ada
seorangpun yang menuntut (ilmu) hadits kecuali (terlihat) pada wajahnya
kecerahan[5]. “yaitu: keindahan yang tampak atau (yang bersifat) maknawi (tidak
tampak)[6].
Inilah
makna ucapan sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas radhiallahu
‘anhu sewaktu beliau berkata, “Sesungguhnya (amal)
kebaikan itu memiliki (pengaruh baik berupa) cahaya di hati, kecerahan pada
wajah, kekuatan pada tubuh, tambahan pada rezki dan kecintaan di hati manusia,
dan (sebaliknya) sungguh (perbuatan) buruk (maksiat) itu memiliki (pengaruh
buruk berupa) kegelapan di hati, kesuraman pada wajah, kelemahan pada tubuh,
kekurangan pada rizki dan kebencian di hati manusia[7].
Semoga
Bermanfaat
Ikuti
kami di;
Fb;
SALAFIANSYAH HIDUP BERSAMA SUNNAH
Fans
Page; Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga
Twit;
@Salafiansyah
BBM;
53CCB044
WA;
082390288093
Penulis; Ustadz
Abdullah bin Taslim Al-Buthani, M.A.
Sumber; Artikel www.ManisnyaIman.com
Ditulis ulang Oleh;
Hermansayah bin Suhaimi al-Kampari dengan sedikit pengeditan
Di posting kembali oleh;
artikel www.SalafiAnsyah.blogspot.com
[1] Lihat kitab Dirasatu Hadits:
Nadhdharallahu Imraan Sami’a Maqaalati… (3/315- kutubu wa rasa-il syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad).
[2] Kitab Miftahu Daaris Sa’aadah, (1/71).
[3] Lihat kitab Dirasatu Hadits:
nadhdharallahu imraan sami’a maqaalati… (3/446).
[4] Ibid (3/455).
[5] Dinukil oleh imam Al-Khathib Al-Baghdadi dalam kitab Syarafu Ashhaabil Hadits (hal. 27).
[6] Kitab Mirqaatul Mafaatiih Syarhu
Misykaatil Mashaabiih (1/288).
[7] Dinukil oleh imam Ibnu Taimaiyah dalam kitab Al-Istiqaamah (1/351) dan Ibnul Qayyim
dalam kitab Al-Waabilush Shayyib (hal. 43).

0 Response to "Kemuliaan Belajar Hadits Nabi"
Post a Comment
Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif