Hadits Lemah; Dalam Masalah Melihat Aurat Istri Dalam Berjima'
Melihat
Aurat Isteri Waktu Jima’
MUKADDIMAH
Sering
kita dengar obrolan di kalangan orang-orang awam yang terkesan hanya
menyampaikan apa yang pernah mereka dengar, tanpa mengetahuinya secara pasti.
Dan memang, realitasnya, sering pula sebagian para penceramah di acara-cara
tertentu bila menyinggung masalah pernikahan, mengatakan bahwa melihat aurat
isteri ketika bersetubuh tidak dibolehkan, bahkan ada yang mengatakan haram.!
Untuk mengetahui lebih jauh kepastiannya, bagaimana teks haditsnya dan bagaimana kualitasnya, silahkan simak kajian berikut.!!
Untuk mengetahui lebih jauh kepastiannya, bagaimana teks haditsnya dan bagaimana kualitasnya, silahkan simak kajian berikut.!!
TEKS
HADITS
إَذَا
جَامَعَ أَحَدُكُمْ زَوْجَتَهُ أَوْ جَارِيَتَهُ، فَلاَ يَنْظُرْ إِلَى فَرْجِهَا
فَإِنَّ ذَلِكَ يُوْرِثُ اْلعَمَى
Artinya:
Jika salah seorang di antara kamu menyetubuhi isteri atau budaknya, maka janganlah ia memandang/melihat farji (kemaluan)-nya, sebab hal itu dapat menyebabkan kebutaan
Jika salah seorang di antara kamu menyetubuhi isteri atau budaknya, maka janganlah ia memandang/melihat farji (kemaluan)-nya, sebab hal itu dapat menyebabkan kebutaan
KUALITAS
HADITS
Ini
adalah hadits MAUDHU’ (PALSU), dikeluarkan oleh Ibn al-Jauzi di dalam
al-Maudhu’at (II/1), dari Hisyam bin Khalid, (ia berkata) Baqiyyah menceritakan
kepada kami, dari Ibn Juraij, dari ‘Atha’, dari Ibn ‘Abbas secara Marfu’.
Kemudian Ibn al-Jauzi berkata, “Ibn Hibban mengatakan, ‘Baqiyyah meriwayatkan
dari para pendusta dan memanipulasi… Ini adalah Maudhu’.”
Dalam
hal ini, setelah menyebutkan ‘illat-‘illat (cacat- cacat) sisi periwayatan
hadits ini, mengomentari pendapat Ibn ash-Shalah yang memandang sanadnya baik,
Syaikh al-Albani mengatakan bahwa apa yang dikatakannya ini tidak tepat. Ibn
ash-Shalah, menurut al-Albani, hanya terbuai dengan zhahir hadits sementara
tidak memperhatikan ‘illat yang demikian detail yang diingatkan oleh Imam Abu
Hatim.
Syaikh
al-Albani, di akhir komentarnya menyatakan bahwa melalu pengamatan yang benar,
maka jelas sekali menunjukkan kebatilan hadits ini, sebab -kata beliau-
pengharaman memandang/melihat dalam hal jima’ (bersetubuh) hanyalah dalam
rangka pengharaman terhadap wasa’il (sarana-sarana)-nya. Bilamana Allah telah
membolehkan bagi suami untuk menyetubuhi isterinya, maka apakah masuk akal Dia
melarangnya (sang suami) memandang/melihat farjinya.?! Tentu saja tidak! Hal
ini didukung oleh hadits shahih, di antaranya dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Aku
pernah mandi bersama Rasulullah SAW dalam satu bejana, antara diriku dan dia,
lalu ia mendahuluiku (mengambil ciduk) hingga aku mengatakan, ‘biarkan aku!
Biarkan aku!.’” (Dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim, serta perawi lainnya).
Dalam
hadits ini, yang nampak adalah bolehnya memandang/melihat. Hal ini juga
didukung oleh riwayat Ibn Hibban, dari jalur Sulaiman bin Musa, bahwa ia
ditanyai tentang seorang laki-laki (suami) yang melihat farji isterinya.? Maka
ia berkata, ‘Aku pernah bertanya kepada ‘Atha’, maka ia mengatakan, ‘aku pernah
bertanya kepada ‘Aisyah, lalu ia menyebutkan hadits tadi.”
Ibn
Hajar dalam Fathul Bari (I/290) mengatakan, “(Hadits) ini merupakan Nash (teks)
mengenai bolehnya suami melihat/memandang aurat isterinya, demikian pula
sebaliknya.”
Bilamana
hal ini sudah jelas, maka tentu tidak ada gunanya perbedaan antara melihat
ketika mandi atau pun sedang berjima’ (bersetubuh), sehingga terbukti sekali
kebatilan hadits ini (hadits di atas-red).”
SUMBER:
Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah Wa al-Maudhu’ah karya Syaikh al-Albani, Nomor
Hadits, 195, Jld.I, hal.351-354 dengan sedikit diringkas.
Ditulis oleh; Al-Akh Hermansyah Bin Suhaimi Al-Kampary
Artikel; http://Salafiansyah.blogspot.com
Kontak Penulis;
1.Fb; Hermansyah BinSuhaimi AL Kampary
2. Twit; @Salafiansyah
3. Via BBM; dengan PIN 53CCB044
4. Via
WhatsApp dengan nomor; +6282390288093
5. Fans Page
dengan nama Hidup Bersama Sunnah

0 Response to "Hadits Lemah; Dalam Masalah Melihat Aurat Istri Dalam Berjima'"
Post a Comment
Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif