MISTERI SYEKH SITI JENAR #part 1

MISTERI SYEKH SITI JENAR #part 1


Oleh : Ustadz Zainal Abidin bin Syamsuddin  حفظه الله  

                                                                                    Senin, 24 Dzulhijjah 1437 H
26 September 2016 M

Asal muasal Syekh Siti Jenar sebenarnya tidak jelas, apakah berasal dari Persia atau asli Jawa.[1]Namun, ajarannya cukup memberi pengaruh besar kepada masyarakat Indonesia hingga sekarang, terutama di Jawa.
Syekh Siti Jenar termasuk anggota Walisongo yang hadir pada pertemuan pertama yang diselenggarakan oleh Sunan Giri, ketua Walisongo yang baru sebagai pengganti Sunan Ampel. Di dalam pertemuan itu, dibicarakan tentang pemikiran Syekh Siti Jenar yang berkaitan dengan ma'rifat. Ternyata diketahui bahwa Siti Jenar punya pandangan menyimpang di dalam beragama. Akibatnya, tokoh ini dikeluarkan dari keanggotaan Walisongo, bahkan akhirnya dijatuhi hukuman mati.


Hukuman ditetapkan setelah Sultan Demak dan Walisongo memberi peringatan berkali-kali tentang ajarannya yang merusak aqidah umat Islam, yang baru saja dengan susah payah ditegakkan Maulana Malik Ibrahim di Jawa pada 1404 M. Namun, alasan ini belum dianggap kuat, maka hukuman mati Siti Jenar baru diambil setelah Adipati Pengging, Ki Ageng Kebo Kenongo dihukum mati karena memberontak kepada kekuasaan Demak Bintoro, ditambah murid-murid Syekh Siti Jenar yang berbuat onar karena purus asa dengan kegagalan Adipati Pengging tersebut. Kebo Kenongo adalah harapan terakhir bagi pengikut Hindu-Budha-Animisme untuk mempertahankan ideologi mereka menghadapi pengaruh dakwah Islam.[2]


SITI JENAR KIBLAT KAUM ZINDIQ INDONESIA
Sikap frustrasi para murid Syekh Siti Jenar dimanifestasikan ke dalam bentuk ajaran Syekh Siti Jenar yang aneh. Mereka berkeyakinan bahwa manusia hidup di dunia ini sebenarnya dalam keadaan mati. Maka manusia yang lalu lalang di muka bumi merupakan mayat-mayat yang gentayangan. Sosok Siti Jenar telah menjadi komoditas kaum zindiq Indonesia untuk mengekspresikan kesesatan mereka, maka warna ajaran Siti Jenar sangat tergantung pada pemikiran masing-masing orang yang menulis tentang Siti Jenar.
Ambil contoh, Achmad Chodjim dalam bukunya Syekh Siti Jenar mengambarkan Syekh Siti Jenar sebagai sosok liberal yang tidak percaya terhadap agama dan kitab suci. Pada halaman 34, penulis berkata,
"Syekh Siti Jenar bukanlah seorang teolog. Dia seorang praktisi! Agama baginya bukan teori yang harus dihafal. Agama adalah sebuah jalan yang harus dilalui. Dia tidak ambil pusing dengan nama agama. Walaupun agama yang sedang disandangnya Islam. Tetapi, kenyataan hidup, keberadaan diri dan jiwa, itulah yang menjadi bagian kesadaran Siti Jenar dalam hidupnya di dunia ini. Siti Jenar menyadari sepenuhnya, bahwa hidup di dunia ini ada di alam kematian. Karena kita sebagai bangkai kita tidak mampu berkomunikasi dengan Tuhan."[3]
Ajaran Syekh Siti Jenar memang sangat kental dengan nuansa tasawuf wihdatul wujud[4], wihdatul adyan (penyatuan agama-agama) dan kebatinan kejawen serta sangat kental dengan ajaran zindiq. Demikian itu tampak di dalam beberapa ungkapan yang diturunkan Achmad Chodjim dalam bukunya, Syekh Siti Jenar,[5] yang antara lain:
"Manusia yang hakiki adalah wujud hak, kemandirian dan kodrat. Berdiri dengan sendirinya. Sukma menjelma sebagai hamba. Hamba menjelma pada sukma. Napas Sirna menuju ketiadaan. Badan kembali sebagai tanah." (Pupuh II:2)
"Adanya Allah karena zikir. Zikir membuat lenyap Dzat, Sifat, Asma dan Af’al yang Mahatahu. Digulung menjadi 'Antaya' dan rasa dalam diri. Dia itu saya! Timbul pikiran menjadi dzat yang mulia." (Pupuh II:3)
"Dalam jagat besar dan kecil, di mana pun sama saja. Hanya manusia yang ada. Ki Pengging berani melahirkan tekad bahwa Allah yang dirasakan dalam zikir itu semu, keberadaan palsu. Keberadaan semacam ini karena nama." (Pupuh II:4)
"Manusia sejati itu, mempunyai sifat dua puluh. Dalam hal ini agama Budha dan Islam sudah campur. Satu wujud dua nama. Kesukaran tiada lagi. Ki Pengging sudah memahami (ajaran Siti Jenar)." (Pupuh II: 5)
Bersambung ke Artikel Selanjutnya ya.... J

Silahkan klik link untuk lanjutan yaaa... !!




[1] .     Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar, Dr. Munir Mulkhan, hlm. 61
[2] Misteri Syekh Siti Jenar, Prof. Dr. Hasanu Simon, hlm. 427.
       [3] Lihat buku Syekh Siti Jenar karya Achmad Chodjim, hlm. 34.
       [4] Dalam bahasa Jawa dikenal dengan keyakinan "Manunggaling kawulo dengan Gusti" yang berarti dzat Allah menyatu dengan hamba-Nya, seperti keyakinan yang dikembangkan al-Hallaj dan Ibnu Arabi yang akhirnya dihukum pancung berdasarkan fatwa para ulama.

[5] Lihat buku Syekh Siti Jenar karya Achmad Chodjim, hlm. 34.

0 Response to "MISTERI SYEKH SITI JENAR #part 1"

Post a Comment

Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel