Jalan Cinta bagi Wanita

Jalan Cinta bagi Wanita
(Menjaga dan Memantaskan Diri)

             Bismillah..
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan wanita dengan kelebihan yang luar biasa hingga tak pernah kering tinta menuliskannya. Wanita memiliki keindahan penciptaan yang menyenangkan saat dipandang. Wanita memiliki kelembutan yang mendamaikan. Dan wanita memiliki kekuatan dibalik kelemahan yang sering kali lebih didengungkan.
Dalam sebuah ayat diterangkan:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab [33]: 33)
Ayat ini adalah larangan bagi wanita untuk bertabarruj, karena begitu indahnya wanita diciptakan Allah. Sehingga akan menimbulkan ketertarikan bagi yang melihatnya. Sebagaimana dalam hadits disebutkan:


“Wanita itu aurat. Bila ia keluar rumah, setan terus mendatanginya (untuk menghias-hiasinya dalam pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah).” [Dishahihkan Al-Bani dalam shahih Tirmidzi. Al-Misykat no. 3109, dan Al-Irwa’ no. 273. Dishahihkan pula oleh Al-Imam Muqbil ibnu Hadi Al-Wadi’I dalam Ash-Shohihul Musnad, 2/36)
“Yang namanya aurat berarti membuat malu bila dilihat orang lain hingga perlu ditutupi dengan baik. Karena wanita itu aurat, berarti mengundang malu bila sampai terlihat lelaki yang bukan mahramnya.” [Tuhfatul Ahwadzi, kitab Ar-Radha’ bab 18]
Di sisi lain, wanita mempunyai perbedaan yang sangat mencolok, baik dari segi hukum maupun lainnya. Seperti dalam masalah fiqih.
Tidak ada habis-habisnya jika Islam membicarakan tentang wanita. Atas semua itulah jalan cinta bagi wanita jauh berbeda dengan lelaki.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Perempuan apabila shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya, serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dikehendaki.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Doa perempuan lebih makbul daripada lelaki karena sifat penyayangnya yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah akan hal tersebut, jawab baginda, “Ibu lebih penyayang daripada bapak, dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”
Ya. Benar sekali. Wanita dipenuhi dengan karakter keibuan yang memiliki sifat penyayang. Bahkan ia rentan dengan mengandalkan perasaannya. Wanita lebih sensitif terhadap suatu hal. Inilah yang terkadang membuatnya lemah karena perasaannya yang begitu halus. Maka naluri seorang wanita itu dicari bukan mencari. Hendaknya wanita memiliki kesucian dalam bersikap, yang demikian itu akan meninggikan harga dirinya dan menjauhkan dari marabahaya, sebab kita tahu wanita itu mudah sekali menangis.
Allah telah menciptakan wanita dengan kelengkapan diri yang sempurna. Wanita tercipta sebagai makhluk yang “mahal”. Karenanya, jangan menjual anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu dengan harga yang “murah.”
Alkisah, pada zaman Rasulullah, hiduplah seorang janda yang bernama Rumaisha binti Milhan. Ia terkenal sebagai janda yang shalihah. Ia adalah seorang wanita yang terkenal cerdas, baik hati, bijaksana, dan juga berparas cantik. Suaminya adalah Malik bin Nadhir. Dari pernikahan itu, lahirlah Anas bin Malik.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengenalkan Islam, Rumaisha termasuk wanita yang pertama-tama masuk Islam. Ia mengucap syahadat saat suaminya bepergian. Saat suaminya pulang, Rumaisha mendapatkan murka. Malik bin Nadhir lantas meninggalkan istrinya dalam keadaan marah dan tak lama kemudian ia meninggal.
Sepeninggal suaminya, Rumaisha mendidik anaknya untuk mendalami Islam. Bahkan ia menitipkan Anas kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam agar diterima sebagai murid sekaligus pelayan beliau.
Berita tentang kecerdasan Anas bin Malik dan ibunya yang hebat tersebar kemana-mana. Seorang bangsawan kaya raya bernama Abu Talhah turut tertarik kepadannya. Ia juga dikenal sebagai penunggang kuda dan pemanah yang handal. Abu Talhah datang melamar Rumaisha dengan membawa mahar yang banyak.
“Wahai Rumaisha, maukah engkau menikah denganku?” tanya Abu Talhah.
“Abu Talhah, siapakah wanita yang akan menolak laki-laki sepertimu. Tapi aku tidak dapat menerimamu karena engkau tidak beriman,” jawab Rumaisha.
“Apakah engkau menginginkan emas dan perak hingga menolakku?” tanya Abu Talhah.
“Demi Allah! Aku tidak membutuhkan emas dan perak. Jika engkau adalah seorang muslim, tentu aku akan menerimamu. Hanya itulah mahar yang kuinginkan darimu. Aku tidak meminta lagi yang lain!” tegas Rumaisha.
Abu Talhah terdiam. Ia merasa bimbang. Selama ini, ia meyakini Tuhannya adalah berhala-berhala. Tak mudah baginya menerima ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam.
“Wahai Abu Talhah, apa yang kau ragukan? Mengapa engkau menyembah berhala-berhala yang engkau buat sendiri? Tinggalkanlah mereka dan sembahlah Allah!” kata Rumaisha lagi.
Rasa cinta kepada Rumaisha menjadi lantaran tersingkapnya tabir kegelapan yang menutupi jiwa Abu Talhah. ia datang menghadap Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan mengucapkan kalimat syahadat. Seperti janjinya, Rumaisha menerimanya sebagai suami setelahnya. Kaum muslimin yang mengetahui pernikahan itu berkata,”Tidak ada wanita yang memiliki mahar lebih mahal dari Rumaisha, karena ia menjadikan Islam sebagai maharnya.”
Subhanallah…
Sebuah suri tauladan bagi para muslimah untuk menghargai mahal dirinya. Diri yang Allah Subhanahu wa Ta’ala muliakan dengan berbagai kelebihan selayaknya hanya untuk diberikan kepada seseorang yang benar-benar memiliki cinta sejati. Seperti cinta Abu Talhah Radhiyallahu ‘anhu.         
Dari penggalan kisah di atas, sebagai seorang wanita muslimah dapatlah kiranya kita mengambil hikmah dan suatu kesimpulan bahwasanya janji Allah itu tepat untuk seseorang yang menjaga dan memantaskan diri.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
Artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. Al-An’am [6]: 112)
Kalau saja seorang muslimah tidak berpegang teguh pada agamanya niscaya robohlah sendi-sendi Islam dan akan terlahirlah generasi yang menghancurkan agama. Sebab dari rahim seorang wanita muslimahlah akan lahir pemimpin hanif yang akan meneruskan dan memperjuangkan kalimat tauhid.
Bagaimana mungkin kita (wanita) akan melahirkan generasi yang tangguh dalam Islam, jika yang dilihat dari bakal imamnya hanya materi bukan keshalehannya. Bagaimana mungkin mendapatkan seorang imam yang shaleh jika engkau masih menikmati hidup dalam kemaksiatan dan memulainya dengan jalan yang tidak Allah ridhoi. Jika kita menginginkan suami yang shaleh setidaknya kita harus menyukai belajar agama sehingga di sini ada tarik-menariknya. Tidak mungkin engkau akan dipertemukan dengan orang shaleh jika engkau suka ke tempat yang penuh maksiat. Dan tidak mungkin juga engkau akan dipertemukan dengan pelaku maksiat jika engkau suka menghadiri tempat yang di dalamnya terdapat majelis ilmu.
#Duhai wanita, anda adalah ratu. Jadilah muslimah yang hanya bisa diraih oleh lelaki pemetik bintang. Jadilah muslimah layaknya mawar di tepi jurang, dengan keindahan yang memiliki duri sebagai perlindungan, jika dipetik hanya oleh orang yang benar-benar ingin memperjuangkan dan siap berkorban untukmu.  Jangan jadi muslimah yang tidak mengindahkan aturan agama, dengan mengikuti hawa nafsu yang menyesatkan.

Wallahu ‘alam bi shawab
­­Penulis: Nur Azizah
Muraja'ah: Hermansyah Bin Suhaimi el-Kampary
Dikutip dan dikupas juga dari inspirasi buku “Kutinggalkan dia karena Dia” karangan Ririn Astutiningrum dan “Menikah untuk Bahagia (Sebuah Jalan Cinta, Diakah Jodohku) oleh Abu Salman Farhan 
Al-Atsary.




0 Response to "Jalan Cinta bagi Wanita"

Post a Comment

Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel