Mengenal Sunnah Lebih Dekat
Mengenal Sunnah Lebih Dekat
A.
Pengertian Sunnah
Syaikh Al-‘Utsaimin[1]
pernah ditanya perihal pentiangnya untuk meyebutkan pengertian istilah syari’at
dalam membahas objek tertentu. Maka beliau (Syaikh) menjawab,
“Faidahnya adalah supaya kita mengetahui keterkaitan makna antara objek
penamaan syari’at dan objek penamaan lughawi (menurut bahasa). Sehingga
akan tampak jelas bagi kita bahwasanya istilah-istilah syari’at tidaklah
melenceng secara total dari sumber pemaknaan bahasanya. Bahkan sebenarnya ada
keterkaitan satu sama lain. Oleh sebab itulah anda jumpai para fuqaha’
(ahli fikih atau ahli agama) rahimahumullah setiap kali hendak
mendefenisikan sesuatu maka mereka pu menjelaskan bahwa pengertiannya secara
etimologi (bahasa) adalah demikian sedangkan secara terminologi (istilah)
adalah demikan; hal ini diperlukan supaya tampak jelas bagimu adanya
keterkaitan antara makna makna lughawi dengan makna isthilahi[2].
1.
Pengertian Secara Bahasa/Lughawi
Sunnah menurut bahasa adalah Ath-Thariqah atau as-Sirah yang
artinya jalan atau perjalanan.[3]
Para ulama ahli bahasa berbeda pendapat tentang makna sunnah,
apakah sunnah itu hanya untuk jalan yang terpuji saja, atau mencakup semua jalan,
baik jalan yang bterpuji maupun jalan yang tercela.
Imam al-Azhari Rahimahullah berkata, “Sunnah hanya untuk
jalan lurus dan terpuji”. Maka dikatakan, “Fulan termasuk Ahli Sunnah, artinya
orang yang meniti jalan lurus dan terpuji.
Sementara Ibnu Mandzur rahimahullah berkata, “Sunnah secara
bahasa bisa dipakai untuk semua jejak perilaku dan perjalanan hidup, baik yang
terpuji maupun tercela.[4]
Sunnah menurut bahasa
artinya jalan yang baik ataupun yang buruk. Diantara yang menunjukkan makna itu
adalah sesuai dengan hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam,
مَن
سَنَّ فِي الاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
Artinya: “Siapa yang memulai membuat jalan (sunnah) yang
baik dalam Islam”
Dan sabda Beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam,
مَنْ
سَنَّ فِيْ الْاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً
Artinya: “Siapa yang memulai membuat jalan (sunnah)
yang buruk dalam Islam”
Kedua Riwayat tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jarir bin
‘Abdullah al-Bajali.[5]
2.
Pengertian Secara Istilah
Sedangkan sunnah menurut Istilah adalah segala
sesuatu yang ditetapkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam
segala urusan agama, baik yang berkaitan dengan ‘aqidah, amal perbuatan, maupun
akhlak.[6]
3.
Pengertian Menurut Para Ulama
Adapun menurut Para ulama:
3.1.
Ulama Fiqih
Adapun menurut ulama para ulama ahli fiqih
sunnah artinya selain fardhu, ia adalah kebalikan dari wajib.[7]
Sunnah Menurut Muhadditsin (Ahli Hadits), ialah ungkapan
tentang apa yang diriwayatkan dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi a Sallam, atau
dinisbatkan kepadanya berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, atau penyifatan
fisik atau akhlak.
Sunnah, menurut fuqaha Mutaakhirin (Ahli fikih belakangan),
ialah apa yang pelakunya diberi pahala dan orang yang meninggalkannya tidak
mendapat siksa.[8]
3.2.
As-Sunnah Terpelihara Seperti al-Qur’an
Jika telah
menjadi ketetapan syar’i bahwa sunnah termasuk wahyu maka as-Sunnah terpelihara
dari kesalahan seperti jaminan yang diberikan kepada al-Qur’an, berdasarkan
keumuman firman Allah Ta’ala:
إِنَّا نَحْنُ
نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Ibnu
Hazm rahimahullah berkata, “Allah mengabarkan bahwa seluruh perkataan
Nabi adalah wahyu, sedangkan setiap wahyu secara umum tergolong az-Dzikir, dan
setiap adz-Dzikir pasti terpelihara menurut ketetapan ari al-Qur’an.[9]
3.3.
Fungsi Sunnah
Imam
Ibnu Qayyim rahimahullah menegaskan bahwa sunnah dengan al-Qur’an ada
tiga kondisi; pertama, al-Qur’an datang seirama dengan sunnah dari
seluruh seisiya, sehingga al-Qur’an dan sunnah menyatu dalam satu hukum
sehingga saling menguatkan, kedua; sunnah hadir menafsirkan dan
menjelaskan al-Qur’an, dan ketiga; sunnah hadir membawa hukum baru yang
tidak tercantum atau didiamkan oleh al-Qu’an.[10]
Sementara
penjelasn Rasulullah shalallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap al-Qur’an
bisa beliau dua cara:[11]
Pertama;
Menjelaskan Nash al-Qur’an yang Global
Menjelaskan
nash al-Qur’an yang masih global seperti shalat lima waktu baik waktunya, cara
sujudnya dan rukuknya, dan seluruh hukumnya, atau menjelaskan tara cara
mengeluarkan zakat baik waktunya, nisbahnya, jenis harta yang dizakati dan
orang yang berhak menerimanya, atau menjelaskan tentang manasik haji. Maka
Rasulullah shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda;
خُذُوا عَنِّى مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى
لَعَلِّى أَنْ لاَ أَحُجَّ بَعْدَ حَجَّتِى هَذِهِ
“Ambillah
manasik dariku karena sesungguhnya barangkali aku tidak haji lagi setelah ini.”[12]
Kedua;
Mendatangkan Hukum Baru
Menambah
hukum yang tidak tercantum dalam al-Qur’an seperti haramnya menikahi wanita dan
biibinya dalam satu tali pernikahan.
Sudah menjadi consensus
kaum Muslimin bahwa al-Qur’an tidak mungkin bisa diamalkan tanpa sunnah, maka
sunnah berfungsi untuk menjelaskan dan menafsirkan al-Qur’an, bahkan adakalanya
membawa hukum baru yang tidak tercantum dalam al-Qur’an suatu contoh, firman
Allah ta’ala: annur 56
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat,
dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat”
Kita
tidak mendapati penjelasan tentang jumlah rakaat shalat, tata cara shalat,
waktu shalat, dan rukun dan syarat shalat serta sunnah-sunnah shalat secara
rinci kecuali dari sunnah Nabi. Tanpa sunnah bisa saja seorang berkata, saya
cukup shalat sekali seumur hidup atau sekali dalam sehari, atau shalat dzuhur
cukup dua rakaat dan shalat ashar tiga rakaat, atau shalat siang membaca surat
dengan keras sementara shalat malam membaca surat dengan lirih.
Dan contoh-contoh
lainnya yang bisa dapati…
SELESAI…..
Penyusun: Hermansyah Bin Suhaimi
el-Kampary | @hbs.elkampary
•┈┈┈┈•✿❁⚜❁✿•┈┈┈┈•
*Salafiansyah.Com *
Menebar Indahnya Cahaya Sunnah
══════ ❁✿❁ ══════
Menebar Indahnya Cahaya Sunnah
══════ ❁✿❁ ══════
Yuk!! JOIN and FOLLOW:
Web | www.salafiansyah.com
Telegram : bit.ly/salafiansyahcom
WhatsApp: bit.ly/2x4MPGa
Instagram : Instagram.com/hbs.elkampary
Twitter : twitter.com/hbs_elkampary
Facebook : facebook.com/salafiansyah.com
Web | www.salafiansyah.com
Telegram : bit.ly/salafiansyahcom
WhatsApp: bit.ly/2x4MPGa
Instagram : Instagram.com/hbs.elkampary
Twitter : twitter.com/hbs_elkampary
Facebook : facebook.com/salafiansyah.com
[1]
Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad Bin Shalih bin ‘Utsaimin Al-Wuhaibi
At-Tamimi, Beliau dilahirkan pada tanggal 27 Ramadhan Tahun 1347 H. Beliau Rahimahullah
wafat pada hari Rabu tanggal 15 Bulan Syawal Tahun 1421 H/2000 M, akibat
penyakit Kanker otak yang Beliau alami. Beliau di kuburkan di Madinah didekat
kuburan syaikh/gurunya Syaikh Bin Bazz Rahimahumallah Ta’ala. (Lihat;
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Syarah Shahih Imam Al-Bukhari, (Mesir:
Maktabah Islamiyah, 1428 H/2008 M), h. 9-10 “Secara ringkas”
[3] Abdul Hakim bin Amir Abdat, Lau Kaana
Khairan Lasabaqunaa Ilaihi, (Jakarta: Pustaka Mu’awiyah, 2009), h. 37
[4]
Zainal Abidin Bin Syamsuddin, Buku Putih Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Jakarta:
Pustaka Imam Bonjol, 2016), h. 97
[6] Haifah binti ‘Abdullah ar-Rasyid, Menghidupkan
Sunnah-Sunnah Yang terlupakan, Alih bahasa Darwis, Lc, (Jakarta: Pustaka
Imam Syafi’i, 2009), h. 18
[8]
Abu Abdillah Muhammad bin Sa;id Ruslan, Sunnah-Sunnah Yang Diremehkan, (Jakarta:
Pustaka Imam Bonjol, 2015), h. 2-3
[9]
Al-Ihkam, Ibnu Hazm, 1/110
[10]
I’lamul Muwaqiin, Ibnu Qayyim, 2/262
[11]
Buku Putih Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Zainal Abidin bin Syamsyuddin, h.
17
[12]
HR.Muslim, no. 3124

0 Response to "Mengenal Sunnah Lebih Dekat"
Post a Comment
Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif