Tahun Baru; Hari Raya Orang Kafir
Tahun
Baru; Hari Raya Orang Kafir
Beberapa hari lagi masyarakat Duni seluruhnya akan merayakan suatu
perayaan yang sangat besar, yang telah menjadi rutinitas masyarakat dunia, ya…
Tahun Baru itulah namanya suatu perayaan yang sangat di tunggu-tunggu
oleh masyarakat dunia yang disambut dengan kecerahan dan kemeriahan yang sangat
luar biasa.
Semua belahan dunia ikut dalam merayakan tahun baru ini, tak
terkecuali Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduknya beragama muslim
ikut serta dalam merayakan perayaan pergantian tahun yakni tahun baru. Na’udzubillah…
fenomena seperti ini sangat lumrah kita lihat, dimana yang merayakan tahun
baru ini berbagai kalangan, baik dari kalangan penguasa maupun rakyat,
anak-anak, tua maupun muda, tak luput pula kaum muslimin ikut serta merayakan
tahun baru ini. Penulis tidak mengetahui apakah hal ini berangkat dari keJahilan
atau kelatahan yang hanya mengekor ikut serta dalam melakukan
perayaan tahun baru.
Berangkat dari situlah, penulis mencoba sedikit memberikan
penjelasan mengenai seputar merayakan tahun baru, bagaimana sudut pandang Islam
merayakan tahun baru. Namun sebelum penulis mengenai hukum melakukan perayaan
tahun baru, sebelumnya penulis ingin membuka wawasan kita mengenai sejarah asal
mula perayaan tahun baru, agar kita dapat mengambil hukum dan memudahkan kita
dapat memahami hukum perayaan tahun baru.
Perayaan tahun baru masehi memiliki sejarah panjang. Banyak di antara
orang-orang yang ikut merayakan hari itu tidak mengetahui kapan pertama kali
acara tersebut diadakan dan latar belakang mengapa hari itu dirayakan. Kegiatan
ini merupakan pesta warisan dari masa lalu yang dahulu dirayakan oleh
orang-orang Romawi. Mereka (orang-orang Romawi) mendedikasikan hari yang
istimewa ini untuk seorang dewa yang bernama Janus, The God of Gates, Doors, and Beeginnings.
Janus adalah seorang dewa yang memiliki dua wajah, satu wajah menatap ke depan
dan satunya lagi menatap ke belakang, sebagai filosofi masa depan dan masa
lalu, layaknya momen pergantian tahun. (G Capdeville “Les épithetes cultuels de
Janus” inMélanges
de l’école française de Rome (Antiquité), hal. 399-400)[1]
Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan
bahwasanya perayaan tahun baru sama sekali tidak berasal dari budaya dan
tradisi Islam, melainkan perayaan ini berasal dari budaya dan tradisi kaum non
muslim (baca; kafir), notabene perayaan ini dilakukan oleh masyarakat paganis
bangsa Romawi.
Dan sekarang perayaan berkembang dan menjamur masyarkat
modern saat ini, tak luput pula Umat Islam ikut-ikutan mengadopsi perayaan ini.
Mereka merayakan dengan perasaan suka cinta kebahagian, menikmati malam panjang
dengan begadang dengan berbagai macam hiburan dan permainan, menikmati
pemandangan langit malam dengan semarak kembang api penerang malam.
Dalam hal ini, tanpa malu dan dengan tegas penulis
menyatakan:
TAHUN BARU: HARI RAY ORANG KAFIR
Ikut serta dan berkecimpung dalam perayaan tahun baru , maka
statusnya sama ikut merayakan hari raya orang kafir. Emangnya kita dilarang
ikut serta merayakan hari raya orang kafir?, kita katakan dengan tegas bahwa
ulama telah sepakat bahwasanya HARAM ikut serta merayakan perayaan orang kafir, sebagaimana telah
penulis sebut dan jelaskan dalam tulisan penulis sebelumnya mengenai hari raya
natal, silahkan rujuk kembali dengan membuka link dibawah ini.
Haaa.. merayakan tahun baru HARAM ya..!! sekali lagi kita
katakan, merayakan tahun baru hukumnya HARAM. Kok bisa…! Berikut penulis
alasan ke-haraman merayakan tahun baru:
Pertama; Merayakan tahun
baru, bukan tradisi dan budaya Islam, sesugguhnya Rasulullah telah menyebutkan
dalam sebuah hadits, kaum muslimin hanya memiliki 2 hari raya yaitu hari raya
Id Fitri dan ‘Id Adha,
قدمت عليكم ولكم
يومان تلعبون فيهما في الجاهلية وقد أبدلكم الله بهما خيرا منهما يوم النحر و يوم
الفطر ". رواه أبو داود (1134) وصححه العلامة الألباني –رحمه الله-
Artinya:
“Saya
mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan
sebagai waktu untuk bermain pada
masa jahiliyah. Dan Sunguh Allah telah menggantikan dua
hari raya terbaik untuk kalian; idul Adha dan idul Fitri.”(HR. Abu Dawud, no. 1134. Dan di
shahihkan oleh al-‘Allamah syekh Al-Albani rahimahullah)
Hari raya merupakan bagian dari agama dan doktrin
keyakinan, bukan semata perkara dunia dan hiburan. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di kota Madinah, penduduk kota
tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan.
Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan
penduduk madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tidak
ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang majusi, sumber asli dua
perayaan ini. Namun mengingat dua hari tersebut adalah perayaan orang kafir,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Sebagai gantinya, Allah
berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.[2]
Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, termasuk perbuatan yang telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.[2]
Kedua; Ikut merayakan
tahun baru dan hari perayaan orang kafir lainnya, maka kita termasuk dalam
golongan mereka. Karena hal itu termasuk dalam menyerupai orang-orang kafir,
dan kita tidak boleh menyerupai orang-orang kafir. Dalam sebuah hadits
dijelaskan,
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ .( رواه أبو داود (اللباس / 3512) قال
الألباني في صحيح أبي داود : حسن صحيح . برقم (3401)
Artinya: “Siapa yang
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka”.(HR. Abu Dawud
dalam al-Libas, no. 3512, berkata syaikh al-Albani dalam shahih abu dawud:
hadits hasan shahih, no. 3401)
Guru kami Ustadz Dr. Dasman
Yahya Ma’ali, Lc. MA, memberikan dan menyebutkan pengertian Tasyabbuh
ialah seorang yang berupaya menyerupai orang yang ingin ia serupai baik
penampilannya/ cara penampilan/ sifatnya/ tabi’atnya/ kesukaannya”.
Guru kami juga menjelaskan bahwa: “salah satu
bentuk atau cara menyerupai suatu kaum adalah ikut serta dalam perayaan keagaam
mereaka, seperti perayaan Natal, tahun baru atau lainnya”.
Ketiga; Termasuk dalam
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Artinya: “Dan
orang-orang yang tidak turut dalam kegiatan az-Zuur…” (QS.
Al-Furqan, 72)
Sebagian ulama menafsirkan
kata ‘az-Zuur’ pada ayat di atas dengan hari raya orang kafir. Artinya berlaku sebaliknya, jika ada orang yang
turut melibatkan dirinya dalam hari raya orang kafir berarti dia bukan orang
baik.
Al hamdulillah, demikian lah yang dapat penulis
jelaskan semoga uraian singkat ini dapat mewakili dan menjawab pertanyaan kita
selama ini tentnag hukum perayaan tahun baru. Kesimpulan akhir dari tulisan ini
adalah hukum perayaan tahun baru dari berdasarkan dalil-dalil yang shahih bahwa
sanya perayaan tahun hukumnya adalah HARAM.
________
REFERENSI:
Al-Qur’an Dan Terjemahan
Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abu Daud, Riyadh:
Baitul Afkar Ad-Daulah, tt
_______
📸@hbs.elkampary
Salo, 01 Muharam 1439 H // 21 September 2017
📸@hbs.elkampary
Salo, 01 Muharam 1439 H // 21 September 2017
🌟 *Salafiansyah.Com * 🌟
•┈┈┈┈•✿❁⚜❁✿•┈┈┈┈•
🌠Menebar Indahnya Cahaya Sunnah 🌠
•┈┈┈┈•✿❁⚜❁✿•┈┈┈┈•
🌠Menebar Indahnya Cahaya Sunnah 🌠
══════ ❁✿❁ ══════
📶 Yuk!! JOIN and FOLLOW:
🌍 Web | www.salafiansyah.com
🌐 Telegram : bit.ly/salafiansyahcom
📱WhatsApp: bit.ly/2x4MPGa
📱 Instagram : Instagram.com/hbs.elkampary
📺 Twitter : twitter.com/hbs_elkampary
💻 Facebook : facebook.com/salafiansyah.com
🌍 Web | www.salafiansyah.com
🌐 Telegram : bit.ly/salafiansyahcom
📱WhatsApp: bit.ly/2x4MPGa
📱 Instagram : Instagram.com/hbs.elkampary
📺 Twitter : twitter.com/hbs_elkampary
💻 Facebook : facebook.com/salafiansyah.com

0 Response to "Tahun Baru; Hari Raya Orang Kafir"
Post a Comment
Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif