Kekuatan Hafalan Imam Bukhari dan Kecerdasannya
Kekuatan Hafalan Imam Bukhari dan
Kecerdasannya
Muhammad bin Abi Hatim Warraq Al
Bukhari menceritakan: Aku mendengar Bukhari mengatakan, “Aku mendapatkan ilham
untuk menghafal hadits ketika aku masih berada di sekolah baca tulis (kuttab).”
Aku berkata kepadanya, “Berapakah umurmu ketika itu?” Dia menjawab, “Sepuluh
tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus dari Kuttab, aku pun
bolak-balik menghadiri majelis haditsnya Ad-Dakhili dan ulama hadits lainnya.
Suatu hari tatkala membacakan
hadits di hadapan orang-orang dia (Ad-Dakhili) mengatakan, ‘Sufyan meriwayatkan
dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Abu
Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’
Maka dia pun menghardikku, lalu
aku berkata kepadanya, ‘Rujuklah kepada sumber aslinya, jika kamu punya.’
Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata,
‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Az Zubair
(bukan Abu Zubair, pen).
Nama aslinya Ibnu Adi yang
meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan
membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku, ‘Kamu benar’. Menanggapi
cerita tersebut, Bukhari ini Warraq berkata, “Biasa, itulah sifat manusia.
Ketika membantahnya umurmu berapa?” Bukhari menjawab, “Sebelas tahun.” (Hadyu
Sari, hal. 640)
Hasyid bin Isma’il menceritakan:
Dahulu Bukhari biasa ikut bersama kami bolak-balik menghadiri pelajaran para
masayikh (para ulama) di Bashrah, pada saat itu dia masih kecil. Dia tidak
pernah mencatat, sampai-sampai berlalu beberapa hari lamanya. Setelah 6 hari
berlalu kami pun mencela kelakuannya. Menanggapi hal itu dia mengatakan,
“Kalian merasa memiliki lebih banyak hadits daripada aku. Cobalah kalian
tunjukkan kepadaku hadits-hadits yang telah kalian tulis.”
Maka kami pun mengeluarkan
catatan-catatan hadits tersebut. Lalu ternyata dia menambahkan hadits yang lain
lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dia membacakan hadits-hadits itu semua
dengan ingatan (di luar kepala), sampai-sampai kami pun akhirnya harus
membetulkan catatan-catatan kami yang salah dengan berpedoman kepada hafalannya
(Hadyu Sari,
hal. 641)
Muhammad bin Al Azhar As Sijistani
rahimahullah
menceritakan: Dahulu aku ikut hadir dalam majelis Sulaiman bin Harb sedangkan
Bukhari juga ikut bersama kami. Dia hanya mendengarkan dan tidak mencatat. Ada
orang yang bertanya kepada sebagian orang yang hadir ketika itu, “Mengapa dia
tidak mencatat?” Maka orang itu pun menjawab, “Dia akan kembali ke Bukhara dan
menulisnya berdasarkan hafalannya.” (Hadyu
Sari, hal. 641)
Suatu ketika Bukhari rahimahullah
datang ke Baghdad. Para ulama hadits yang ada di sana mendengar kedatangannya
dan ingin menguji kekuatan hafalannya. Mereka pun mempersiapkan seratus buah
hadits yang telah dibolak-balikkan isi hadits dan sanadnya, matan yang satu
ditukar dengan matan yang lain, sanad yang satu ditukar dengan sanad yang lain.
Kemudian seratus hadits ini dibagi
kepada 10 orang yang masing-masing bertugas menanyakan 10 hadits yang berbeda
kepada Bukhari. Setiap kali salah seorang di antara mereka menanyakan kepadanya
tentang hadits yang mereka bawakan, maka Bukhari menjawab dengan jawaban yang
sama, “Aku tidak mengetahuinya.” Setelah sepuluh orang ini selesai, maka
gantian Bukhari yang berkata kepada 10 orang tersebut satu persatu, “Adapun
hadits yang kamu bawakan bunyinya demikian. Namun hadits yang benar adalah
demikian.”
Hal itu beliau lakukan kepada
sepuluh orang tersebut. Semua sanad dan matan hadits beliau kembalikan kepada
tempatnya masing-masing dan beliau mampu mengulangi hadits yang telah
dibolak-balikkan itu hanya dengan sekali dengar. Sehingga para ulama pun
mengakui kehebatan hafalan Bukhari dan tingginya kedudukan beliau (lihat Hadyu
Sari, hal. 652)
Muhammad bin Hamdawaih rahimahullah
menceritakan: Aku pernah mendengar Bukhari mengatakan, “Aku hafal seratus ribu
hadits sahih.” (Hadyu Sari,
hal. 654). Bukhari rahimahullah
mengatakan, “Aku menyusun kitab Al-Jami’
(Shahih Bukhari,
pent) ini dari enam ratus ribu hadits yang telah aku dapatkan dalam waktu enam
belas tahun dan aku akan menjadikannya sebagai hujjah antara diriku dengan
Allah.” (Hadyu Sari,
hal. 656)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah
menuturkan bahwa apabila Bukhari membaca Al-Qur’an maka hati, pandangan, dan
pendengarannya sibuk menikmati bacaannya, dia memikirkan
perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalamnya, dan mengetahui hukum halal
dan haramnya[1]
(lihat Hadyu Sari,
hal. 650)
[1] Abu Mushlih Ari Wahyudi, Artikel. http//; Muslim.or.id
📶 Yuk!!
JOIN and FOLLOW:
🌍 Web
| www.salafiansyah.com
🌐 Telegram
: t.me/salafiansyahcom
📱 Instagram
: Instagram.com/hbs.elkampary
📱 WhatsApp:
081268563282
📺 Twitter
: twitter.com/hbs_elkampary
💻 Facebook
: facebook.com/salafiansyah.com

0 Response to "Kekuatan Hafalan Imam Bukhari dan Kecerdasannya"
Post a Comment
Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif