Biografi Imam Malik bin Anas
Nama
dan Nasab Beliau
Beliau adalah al-Imam Abu Abdillah Malik bin Anas bin bin Malik
bin Abu Amir bin Amr bin Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin Harits Dzu
Ashbah bin Auf bin Malik bin Zaid bin Syaddad bin Zur'ah Himyar al-Ashghar al-Himyari
kemudian
al-Ashbahi al-Madani.
Ibu beliau adalah Aliyah bintu Syarikal-Azdiyyah.
Kelahiran
Beliau
Beliau dilahirkan pada tahun 93 H di Madinah.
Sifat-sifat
Beliau
Beliau
berwajah tampan, berkulit putih kemerah-merahan, berperawakan tinggi besar, berjenggot lebat, pakaiannya selalu bersih, suka
berpakaian berwarna putih, jika memakai imamah
sebagian diletakkan di bawah dagunya dan ujungnya diuraikan di antara
kedua pundaknya.
Beliau
selalu memakai wangi-wangian dari misik dan yang lainnya.
Beliau
masyhur dengan kecerdasan, keshalihan, keluhuran jiwanya, dan kemuliaan akhlaqnya.
Pertumbuhan
dan Guru-guru Beliau
Beliau
رحمه الله menuntut
ilmu ketika
masih berusia belasan tahun. Ketika berusia 21 tahun beliau sudah mencapai tingkatan berfatwa dan bermajelis. Banyak
ulama yang mengambil ilmu riwayat dari beliau ketika beliau masih begitu muda.
Banyak
para penuntut ilmu dari segala penjuru datang kepada beliau pada akhir
kekhalifahan Abu Ja'far al-Manshur dan bertambah banyak pada kekhilafahan Harun
ar-Rasyid hingga beliau wafat.
Beliau
mengambil ilmu dari Nafi' Maula Ibnu Umar, Sa'id al-Maqburi, Amir bin Abdullah
bin Zubair, Ibnul Munkadir, az-Zuhri, Abdullah bin Dinar, dan banyak lagi dari
selain mereka yang jumlahnya melebihi 1400 orang.
Murid-murid
Beliau
Di
antara guru-guru beliau yang mengambil riwayat dari beliau adalah paman beliau Abu Suhail bin Abu Amir, Yahya
bin Abu Katsir, az-Zuhri, Yahya bin Sa'id, Ya-zid bin Had, Zaid bin Abu
Unaisah, Umar bin Muhammad bin Zaid, dan selain mereka.
Di
antara murid-murid beliau adalah Ma'mar bin Rasyid, Ibnu Juraij, Abu Hanifah,
asy-Syafi'i, Amr bin Harits, al-Auza'i, Syu'bah, Sufyan ats-Tsauri, Abdullah
bin Mubarak, Abdul Azizad-Darawardi, Ibnu Abi Zinad, Ibnu Ulayyah, Yahya bin Abu Zaidah, Abu Ishaq al-Fazari, Muhammad bin
Hasan asy-Syaibani,
Abdurrahman bin Qasim, Abdurrahman bin Mahdi, Ma'n bin Isa, Abdullah bin Wahb, Musa bin Thariq, Nu'man bin Abdussalam, Waki' bin Jarrah, Walid bin Muslim, Yahya al-Qaththan, dan selain mereka.
Abdurrahman bin Qasim, Abdurrahman bin Mahdi, Ma'n bin Isa, Abdullah bin Wahb, Musa bin Thariq, Nu'man bin Abdussalam, Waki' bin Jarrah, Walid bin Muslim, Yahya al-Qaththan, dan selain mereka.
Murid
beliau yang terakhir meninggal adalah perawi kitab al-Muwaththa' Abu Hudzafah
Ahmad bin Isma'il as-Sahmi, dia hidup 80 tahun sepeninggal al-Imam Malik.
Hadits
yang Mengisyaratkan Tentang Keutamaan Beliau:
Dari
Abu Hurairah رضي
الله عنه bahwasanya
Rasulullah صلي
الله عليه وسلم bersabda:
لَيَضْرِبَنَّ النَّاسُ أَكْبَادَ الإِبِلِ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ
فَلاَ يَجِدُوْنَ عَالِـمًا أَعْلَمَ مِنْ عَالِـمِ الْـمَدِيْنَةِ
Sungguh
manusia akan menempuh perjalanan jauh untuk menuntut ilmu, maka mereka tidak
mendapati seorang alim pun yang lebih berilmu dibandingkan dengan ulama Madinah. (Diriwayatkan
oleh Nasa'i dalam Sunan Kubra 2/489 dan Ibnu Abi Hatim dalam Taqdimatul
Jarh wat Ta'dil hal. 11-12 dan berkata adz-Dzahabi dalam Siyar 8/56: Hadits ini sanadnya
bersih dan matannya
gharib)
Abdurrazaq
bin Hammam berkata:"Kami memandang bahwa dia adalah Malik bin Anas (yaitu
dalam sabda Rasulullah صلي
الله عليه وسلم ... mereka tidak mendapati seorang alim yang lebih berilmu
dibandingkan dengan ulama Madinah)"
Sufyan
bin Uyainah berkata: "Dulu aku mengatakan dia adalah Sa'id bin Musayyib
kemudian sekarang
aku mengatakan bahwa dia adalah Malik yang dia tidak ada bandingannya di
Madinah."
Abui
Mughirah al-Makhzumi menyebutkan bahwa makna ha-dits di atas adalah selama kaum
muslimin menuntut ilmu mereka tidak mendapati orang yang lebih berilmu daripada
seorang ulama di Madinah.
Adz-Dzahabi
berkata: "Tidak ada di Madinah seorang ulama pun setelah tabi'in yang
menyerupai
Malik dalam keilmuan, fiqh, keagungan, dan hafalan."
Fiqh
dan Keilmuan Beliau
Al-Imam
asy-Syafi'i berkata: "Seandainya tidak ada Malik dan Sufyan maka sungguh
akan hilanglah
ilmu Hijaz."
Al-Imam
asy-Syafi'i juga berkata: "Muhammad bin Hasan -sahabat Abu Hanifah- berkata kepadaku:'Siapakah yang
lebih berilmu tentang
al-Qur'an, sahabat kami (yaitu Abu Hanifah) atau sahabat kalian (yaitu Malik)?'
Aku berkata:
'Secara
adil ?' Dia berkata:'Ya.'Aku berkata: Aku bertanya kepadamu dengan nama Alloh
siapakah yang lebih berilmu tentang al-Qur'an, sahabat kami atau sahabat
kalian?' Dia berkata: 'Sahabat kalian (yaitu Malik).' Aku berkata: 'Siapakah
yang lebih berilmu tentang Sunnah, sahabat kami atau sahabat kalian?' Dia
berkata: 'Sahabat kalian (yaitu Malik).'Aku berkata:'Aku bertanya kepadamu dengan nama
Alloh siapakah yang lebih berilmu tentang perkataan para sahabat Rasulullah صلي الله عليه وسلم dan perkataan para ulama terdahulu, sahabat kami atau
sahabat kalian?' Dia berkata: 'Sahabat kalian (yaitu Malik).'" Asy-Syafi'i
berkata: "Maka aku berkata: 'Tidak tersisa sekarang kecuali qiyas,
sedangkan qiyas adalah analogi pada pokok-pokok ini, orang yang tidak tahu
pokok-pokok ini, pada apa dia mengqiyaskan sesuatu?'"
Abu
Hatim ar-Razi berkata: "Malik bin Anas adalah seorang yang tsiqah, imam
penduduk Hijaz,
dia adalah murid Zuhri yang terdepan. Jika penduduk Hijaz menyelisihi Malik,
maka yang benar adalah Malik."
Al-Imam
Ahmad bin Hanbal berkata: "Malik bin Anas adalah yang paling kokoh dari
manusia dalam hadits."
Kehati-Hatian
Beliau Dalam Berfatwa
Abu
Mush'ab berkata: "Aku mendengar Malik berkata: 'Aku tidak berfatwa hingga 70 orang bersaksi bahwa aku layak berfatwa.'"
Abdurrahman
bin Mahdi berkata:
"Kami berada di sisi al-Imam Malik bin Anas, tiba-tiba datang seseorang
kepadanya seraya berkata: 'Aku datang kepadamu dari jarak 6 bulan perjalanan. Penduduk negeriku menugaskan kepadaku agar aku menanyakan
kepadamu suatu permasalahan.' Al-Imam Malik berkata:'Tanyakanlah!'Maka orang tersebut bertanya kepadanya suatu
permasalahan. Al-Imam Malik menjawab: 'Saya tidak bisa menjawabnya.' Orang
tersebut terhenyak, sepertinya dia membayangkan bahwa dia telah datang kepada
seseorang yang tahu segala sesuatu, orang tersebut berkata: 'Lalu apa yang akan aku katakan kepada
penduduk negeriku jika aku pulang kepada mereka?' Al-Imam Malik berkata:
'Katakan kepada mereka: Malik tidak bisa menjawab.'"
Khalid
bin Khidasy berkata: "Aku datang kepada Malik dengan membawa 40 masalah,
tidaklah dia menjawabnya kecuali 5 masalah."
Perhatian
Beliau Kepada Kitabullah
Khalid
al-Aili berkata: "Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih besar perhatiannya kepada
Kitabullah dibandingkan Malik bin Anas."
Abdullah
bin Wahb berkata: "Aku bertanya kepada saudara perempuan Malik bin Anas:
'Apakah
kesibukan Malik di rumahnya?' Dia menjawab: 'Mushaf dan tilawah.'"
Tentang
Akal dan Adab Beliau
Abdurrahman
bin Mahdi berkata:
"Aku tidak pernah melihat ahli hadits yang lebih bagus akalnya dibandingkan Malik bin Anas."
Abu
Mush'ab berkata: "Aku tidak pernah sekalipun mendengar Malik menyuruh orang-orang berdiri,
dia hanya berkata: 'Kalau kalian menghendaki, kembalilah.'"
Abdullah
bin Wahb berkata: "Yang kami nukil dari adab Malik lebih banyak daripada
yang kami pelajari dari ilmunya."
Ittiba'Beliau
Kepada Sunnah
Abdullah
bin Wahb berkata: "Aku mendengar Malik ditanya oleh seseorang tentang
masalah menyela-nyela jari-jari kedua kaki ketika berwudhu, maka dia berkata: 'Hal itu tidak disyari'atkan atas manusia.'"
Abdullah bin Wahb berkata: "Aku biarkan dia sampai ketika sudah sepi dari
manusia aku katakan kepadanya:'Kami memiliki hadits tentang itu.' Maka dia berkata: Apa itu?' Aku berkata: 'Telah mengkhabarkan
kepada kami Laits bin Sa'd, Ibnu Lahi'ah, dan Amr bin Harits dari Yazid bin Amr
al-Ma'afiri dari Abu Abdirrahman al-Hubulli dari Mustaurid bin Sy-addad
al-Qurasyi dia berkata: Aku
melihat Rasulullah صلي
الله عليه وسلم menggosok sela-sela jari-jari kakinya dengan kelingkingnya! Malik berkata: 'Hadits ini hasan, aku belum pernah mendengarnya kecuali saat
ini.'" Abdullah bin Wahb berkata: "Kemudian sesudah itu aku mendengar Malik ditanya tentang hal tersebut dan dia
memerintahkan agar menyela-nyela jari-jari kaki ketika berwudhu."
Di Antara Perkataan-perkataan Beliau
Al-Imam Malik berkata: "Ilmu tidak boleh diambil dari empat
orang: (1) Orang dungu yang menampakkan kedunguannya -meskipun dia paling
banyak riwayatnya-, (2) Ahli bid'ah yang mengajak kepada hawa nafsunya, (3)
Orang yang biasa berdusta ketika bicara dengan manusia -meskipun aku tidak
menuduh dia berdusta dalam hadits- (4) Orang shalih yang banyak beribadah jika
dia tidak hafal hadits yang dia riwayatkan."
Beliau berkata: "Rasulullah صلي الله
عليه وسلم dan para
khalifah sesudah beliau telah membuat sunnah-sunnah, mengambil sunnah-sunnah
tersebut adalah ittiba' kepada Kitabullah, penyempurna ketaatan kepada Alloh,
dan kekuatan di atas agama Alloh. Tidak boleh bagi seorang pun mengubah dan
mengganti sunnah-sunnah tersebut dan melihat kepada sesuatu yang
menye-lisihinya. Orang yang mengambil sunnah-sunnah tersebut maka dialah orang
yang mendapatkan petunjuk. Orang yang meminta pertolongan dengannya maka dia
akan tertolong. Dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia telah mengikuti
selain jalan orang-orang mu'min, Alloh memalingkannya sebagaimana dia berpaling
dan memasukkannya ke dalam jahannam yang merupakan sejelek-jelek tempat
kembali."
Al-Imam asy-Syafi'i berkata: "Adalah al-Imam Malik jika didatangi
oleh sebagian ahli bid'ah, dia mengatakan: 'Adapun aku maka berada di atas
kejelasan dari agamaku, adapun kamu maka seorang yang masih ragu, pergilah
kepada orang yang ragu sepertimu dan debatlah dia!'"
Ja'far bin Abdullah berkata: "Kami di sisi Malik, tiba-tiba
datang seseorang yang berkata: 'Wahai Abu Abdillah, Alloh bersemayam di atas
'Arsy, bagaimana istiwa' itu?' Tidaklah Malik marah dari sesuatu melebihi
marahnya pada pertanyaan orang tersebut, dia melihat ke tanah dan menohoknya
dengan batang kayu yang ada di tangannya hingga bercucuran keringatnya,
kemudian dia mengangkat kepalanya dan membuang batang kayu tersebut seraya
mengatakan: 'Kaifiyyat dari istiwa' tidak diketahui, istiwa' bukanlah perkara
yang majhul, iman kepada istiwa'adalah wajib, dan bertanya tentang kaifiyyatnya
adalah bid'ah, dan aku menduga kamu adalah seorang ahli bid'ah." Maka
kemudian orang tersebut dikeluarkan dari majelis.
Cobaan Beliau
Ibnu Jarir berkata: "Malik pernah dipukul dengan
cambuk." Kemudian Ibnu Jarir membawakan sanadnya sampai Marwan
ath-Thathari bahwasanya Abu Ja'far al-Manshur melarang Malik dari menyampaikan
hadits: 'Tidak ada thalaq bagi orang yang dipaksa', kemudian ada orang
yang menyelundup di majelisnya menanyakan hadits tersebut hingga Malik menyampaikannya
di depan manusia, maka Abu Ja'far kemudian mencambuk Malik."
Muhammad bin Umar berkata: "Sesudah kejadian tersebut Malik
semakin naik derajatnya di mata manusia."
Adz-Dzahabi berkata: "Inilah buah dari ujian yang terpuji,
akan mengangkat kedudukan hamba di sisi orang-orang yang beriman."
Tulisan-tulisan Beliau:
Di antara tulisan-tulisan beliau adalah: al-Muwaththa' -yang
dikatakan oleh al-Imam asy-Syafi'i. Tidak ada kitab dalam masalah ilmu yang
yang lebih banyak benarnya dibandingkan dengan Muwaththa' Malik-, Risalah
fil Qadar yang dikirimkan kepada Abdullah bin Wahb, an-Nujum wa
Manazilul Qamar yang diriwayatkan oleh Sahnun dari Nafi' dari beliau, Risalah
fil Aqdhiyah, Juz dalam Tafsir, Kitabus Sir, Risalah Ha Laits fi Ijma' Ahlil Madinah,
dan yang lainnya.
Wafat Beliau
Al-Imam Malik wafat di pagi hari 14
Rabi'ul Awwal tahun 179 H di Madinah dalam usia 89 tahun. Semoga
Allah meridhainya dan menempatkannya dalam keluasan jannah-Nya.
Rujukan
Taqdimatul Jarh wat Ta'dil oleh Ibnu Abi Hatim hal. 11-32, dan Siyar A'lam
Nubala oleh adz-DzanVbi 8/48-135.
Disalin dari:
Al-Imam Malik bin Anas, Imam Ahli Madinah
Oleh: Abu Aisyah
Majalah al-Furqon Ed.9
th.V 1427 H/ 2006 M
Penulis: Oleh Hermansyah Suhaimi Al-Qasim
Artikel Salafiansyah.Com
Ikuti Update Status kami: Facebook Hermansyah bin Suhaimi Al-Qasim,
Fans Page Salafiansyah. Com, Twitter @salafiansyah, Insta Gram
Salafiansyahdotcom dan WhatsApp +62 82390288093

0 Response to " Biografi Imam Malik bin Anas"
Post a Comment
Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif