Syahidnya Al-Faruq (Umar Bin Khaththab)
Syahidnya Al-Faruq (Umar Bin Khaththab)
Selama
pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil
alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir,
Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah
ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.
Sejarah
mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada
pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu
pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri
kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam
jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih
besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada
pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan
pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam
Farrukhzad.[1]
Do’a al-Faruq Di Ijabah Allah Ta’ala
Meskipun,
berabagai kejayaan telah diukir oleh al-Faruq semasa pemerintahannya, al-Faruq
merasa khawatir terluput dari keutamaan, kemulian, Dien dan ketakwaan pada
periode kenabian dan periode kekhalifahan ash-Shiddiq.[2]
ketika Umar selesai melaksanakan
ibadah haji pada tahun 23 H beliau sempat berdoa kepada Allah di Abthah,
mengadu kepada Allah tentang usianya yang telah senja, kekuatannya telah
melemah, sementara rakyatnya tersebar luas dan la takut tidak dapat menjalankan
tugas dengan sempurna. Ia berdoa kepada Allah agar Allah mewafatkannya[3] dan
berdoa agar Allah memberikan syahadah (mati syahid) serta dimakamkan di negeri
hijrah (yaitu Madinah, sebagaimana yang terdapat dalam shahih Muslim bahwa Umar
pernah berkata, “Ya Allah, aku bermohon kepadamu mendapatkan syahadah (mati
syahid) di atas jalanMu dan wafat di tanah NabiMu.[4]
Diantara do’a yang ia minta kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala;
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيْلِكَ وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي
بَلَدِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya; “Ya Allah anugerahkanlah
kepadaku mati syahid di jalan-Mu dan jadikanlah kematianku di kota RasulMu
shallallahu 'alaihi wasallam" (HR
Al-Bukhari no 1890)
Dalam riwayat yang lain (sebagaimana diriwayatkan oleh
Al-Isma'ili dari jalan Rouh bin Al-Qoosim dari Zaid bin Asalm dari ibunya, dari
Hafshoh bintu Umar), bahwasanya tatkala mendengar doa Umar tersebut maka
putrinya Hafshoh berkata : وَأَنَّى يَكُونُ هَذَا؟
"Dan bagaimana ini mungkin terjadi"?, Umar bin Al-Khottoob menjawab :
يَأْتِي اللَّهُ بِهِ إِذَا شَاءَ "Allah akan mengabulkannya
jika Ia kehendaki"[5]
Diantara doanya yang lain;
Ya Allah, sesungguhnya kekuatanku telah lemah,
usiaku telah lanjut dan rakyatku telah tersebar dimana-mana, maka akhirilah
hidupku kepada-Mu dalam keadaan tidak menyia-nyiakan dan melalaikan!”[6]
Sedangkan dalam riwayat lain ia
mengatakan, “Serta tidak dalam keadaan lemah dan tercela.” Dan sebulan
berselang setelah doa yang diucapkannya itu Umar pun menghembuskan nafas
terakhirnya. Sungguh doanya benar-benar sesuai dengan takdir![7]
Al-Faruq
Syahid di Tangan Seorang Majusi
Pasukan kaum muslimin berhasil merebut kemenangan
dari tangan kaolisi musuh, baik di negeri Persia maupun dinegeri Romawi. Dan
harta ghanimah sampai kesegenap negeri Islam dari berbagai Timur dan Barat.[8]
Dalam Islam tawanan perang, dari kalangan musuh
orang-orang kafir, boleh ditebus oleh keluarganya, jika tidak maka tawanan itu
akan menjadi budak.
Ibnu Umar (anaknya umar bin Khaththab) Radhiyallahu
‘anhu berkata: “Umar menulis surat kepada seluruh pemimpipn pasukan yang
isinya, “Janganlah kalian bawa kepada kami seorang budak kafir pun yang telah
baligh”[9]
Namun, Mughirah bin Syu’bah menulis surat dan
meminta izin kepada Umar, bahwa sanya ia memiliki budak yang pandai besi, mampu
mempuat peralatan pedang yang canggih dan kuat, ahli pahat dan memiliki
kepandaian lainnya, budak ini bernama Abu Lu’-Lu’ah, dahulunya ia bernama
Fairus Nahawandi.
Mughirah bin
Syu’bah meminta izin, agar budak miliknya ini dapat masuk ke Madinah, dan
membantu Amirul mukminin, Umar pun menyetujui permintaan Mughirah bin Syu’bah.[10]
Sebenarnya Al-Faruq telah merasakan adanya
keburukan pada Abu Lu’-lu’ah setelah melihatnya beberapa kali. Namun takdir
Allah telah ditentukan dan perintahnya pasti terlaksana.[11]
Abdullah bin Umar radhiayallahu ‘anhu berkata; “Umar membawa
masuk Abu Lu’ Lu’ah ke dalam rumah untuk memperbaiki palang pintu rumahnya. Abu
lu’ lu’ah berpropesi sebagai sebagai seorang tukang dan ahli pahat yang membuat
tempat penggilingan gandum. “Abu Lu’ Lu’ah berkata; “Perintahkan majikanku
(Mugirah bin Syu’bah) meringankan upetiku!” Umar berkata, “Sesungguhnya engkau
telah memperoleh upah yang besar (dari majikanmu). Maka bersabarlah dan
bertakwalah kamu kepada Allah! Apakah engkau mau membuatkan sebuah tempat
penggilingan handum untukku ?” Abu Lu’ Lu’ah menjawab; “Ya, demi Allah! Saya akan
buatakan untuk Anda sebuah tempat penggilingan gandum yang menjadi buah bibir
orang-orang Arab.” Mendengar perkataannya Umar bergumam, “Orang jahat ini
berjanji kepadaku.” Sambil keluar menemui kami beliau berkata, “Sekiranya aku
ingin membunuh seseorang karena prasangka buruk, niscaya aku sudah membunuh
budak kafir ini! Sesungguhnya ia melihat dengan pandangan yang tidak aku
ragukan lagi bahwa ia ingin membunuhku.” Selang beberapa hari kemudian Abu Lu’
Lu’ah menikamnya.[12]
Ketika Umar shalat di mihrab pada waktu Subuh hari Rabu tanggal 25
Dzulhijjah tahun 23 H dengan belati yang memiliki dua mata. Abu Lu’lu’ah
menikamnya tiga tikaman -ada yang mengatakan enam tikaman- satu di bawah
pusarnya hingga terputus urat-urat dalam perut beliau[13] akhirnya
Umar jatuh tersungkur dan menyuruh Abdurrahman bin Auf agar menggantikannya
menjadi imam shalat. Kemudian orang kafir itu (Abu Lu’lu’ah) berlari ke
belakang, sambil menikam seluruh orang yang dilaluinya. Dalam peristiwa itu
sebanyak 13 orang terluka dan 6 orang dari mereka tewas.[14]
Maka
segera Abdullah bin Auf[15] menangkapnya
dengan melemparkan burnus (baju panjang yang memiliki penutup kepala, pent.)
untuk menjeratnya, kemudian Abu Lu’lu’ah bunuh diri, semoga Allah melaknatnya.
Waktu itu Umar segera dibawa ke rumahnya sementara darah mengalir deras dari
luka-lukanya. Hal itu terjadi sebelum matahari terbit. Umar berkali-kali jatuh
pingsan dan sadar, kemudian orang-orang mengingatkannya shalat, beliau sadar
sambil berkata, “Ya aku akan shalat dan tidak ada bagian dari Islam bagi orang
yang meninggalkan shalat.” Kemudian beliau shalat, setelah shalat beliau
bertanya siapa yang menikamnya?” Mereka menjawab, “Abu Lu’lu’ah budak
al-Mughirah bin Syu’bah.” Beliau berkata, “Alhamdulillah yang telah menentukan
kematianku di tangan seseorang yang tidak beriman dan tidak pernah sujud kepada
Allah sekalipun”.
Kemudian
Umar berkata, “Semoga Allah memberikan kejelekan baginya, kami telah
menyuruhnya suatu perkara yang baik. Al-Mughirah memberinya gaji sebanyak dua
dirham per hari, kemudian la menuntut Umar agar gaji budaknya itu ditambah
karena budaknya memiliki banyak keahlian dan merangkap beberapa profesi, yaitu
sebagai tukang kayu, pemahat dan tukang besi, maka Umar menaikkan gajinya
menjadi100 dirham perbulan. Umar berkata padanya, “Kami dengar bahwa dirimu
mampu membuat penumbuk gandum yang berputar di udara (kincir)?” Abu Lu’lu’ah
menjawab, Demi Allah aku akan memberitahukan kepadamu tentang penumbuk gandum
yang akan menjadi pembicaraan manusia di timur dan barat -percakapan ini
terjadi pada hari selasa di malam hari- dan ternyata dia menikamnya tepat pada
hari Rabu di pagi hari pada 25 Dzulhijjah. Kemudian Umar mewasiatkan agar
penggantinya yang menjadi Khalifah dimusyawarahkan oleh enam orang yang
Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepada mereka, yaitu, Utsman, Ali,
Thalhah, az-Zubair, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash رضي الله عنهم. Beliau tidak menyebutkan Sa’id bin Zaid
bin Amr bin Nufail al-Adawi, sebab Sa’id berasal dari kabilah Umar dan
dikhawatirkan kelak dirinya terpilih disebabkan kekerabatannya yang dekat
dengan Umar. Umar mewasiatkan kepada siapa yang akan menggantikannya untuk berbuat
yang terbaik kepada seluruh manusia dengan berbagai macam tingkatan mereka.
Akhirnya
Umar wafat tiga hari setelah peristiwa itu, beliau dikebumikan pada hari Ahad
di awal bulan Muharram tahun 24 H dan dikebumikan di Kamar Nabi di samping Abu
Bakar ash-Shiddiq, setelah mendapat izin dari Ummul Mukminin ‘Aisyah رضي الله عنهم.
Al-Waqidi
رحمه الله berkata, “Aku diberitahukan oleh Abu Bakar
bin Ismail bin Muhammad bin Sa’ad dari ayahnya dia berkata, ‘Umar ditikam pada
hari Rabu 25 Dzulhijjah tahun 23 H. Masa kepemimpinannya selama 10 tahun 5
bulan 21 malam, sementara pelantikan Utsman terjadi pada hari senin pada
tanggal 3 Muharram, ketika aku sebutkan hal ini pada Utsman bin Akhnas, dia
berkata, ‘Engkau keliru’. Umar wafat 25 Dzulhijjah dan Utsman dilantik pada
malam terakhir dari bulan Dzulhijjah. Dengan demikian, ia memulai
kekhalifahannya pada awal bulan Muharram tahun 24 H.”[16]
Abu
Ma’syar berkata, “Umar Terbunuh pada tanggal 25 bulan Dzulhijjah tepat di
penghujung tahun 23 H. Masa kekhalifahannya adalah 10 tahun 6 bulan 4 hari.
Setelah itu Utsman dibai’at[17] menjadi
khalifah.
Ibnu
Jarir berkata, “Aku diberitahukan oleh Hisyam bin Muhammad dia berkata, ‘Umar
terbunuh pada tanggal 23 bulan Dzulhijjah dan masa kekhalifahannya adalah 10
tahun 6 bulan dan empat hariL”[18]
Umur Umar Ketika Ia Wafat
Masih
diperselisihkan berapa usia Umar ketika ia wafat, dalam masalah ini terdapat
sepuluh pendapat. Kemudian Ibnu Katsir menyebutkan sembilan pendapat saja
dengan memulai pendapat yang didahulukan oleh Ibnu Jarir dalam tarikhnya.
Ibnu
Jarir berkata, “Kami diberitahukan oleh Zaid bin Akhzam ia berkata, Kami
diberitahukan oleh Abu Qutaibah dari Jarir bin Hazim dari Ayyub dari Nafi’ dari
Abdullah bin Umar رضي الله عنهما ia berkata, “Umar
terbunuh ketika berusia 55 tahun, ad-Darawardi meriwayatkan dari Ubaidullah bin
Umar, dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar. Demikian pula Abdur Razzaq mengatakan
yang sama dari riwayat Ibnu Juraij dari az-Zuhri, adapun Ahmad meriwayatkannya
dari Hasyim dari Ali bin Zaid dari Salim bin Abdullah bin Umar.[19]
Setelah itu ia menyebutkan pendapat lain, “Diriwayatkan dari
Amir as-Sya’bi, dia berpendapat, “Ketika Umar wafat ia berusia enam puluh tiga
tahun.”[20]
Menurutku, inilah pendapat yang masyhur. Ia juga menyebutkan pendapat
al-Madaini, “Umar wafat ketika berusia lima puluh tujuh tahun.”[21]
_______
Penyusun: Hermansyah
Suhaimi El-Kampary
Artikel: www. Salafiansyah.blogspot.co.id
Ikuti update artikel Salafiansyah.com di Fans Page Salafiansyah.Com, Facebook Hermansyah bin Suhaimi El-Kampary, Twitter @SalafiansyahCom, Instagram SalafiansyahCom, Channel Telegram
@Salafiansyahcom, @alQawarir
NOMOR WHATSAPP; + 6289518984747
[1] http://www.lampuislam.org/2013/08/selama-pemerintahan-umar-kekuasaan.html
[2]
Syaikh Majdi Fathi as-Sayyid, Ash-Shahaabatu wa Shalihuuna ‘ala Firaasyil
Maut, Terjemahan bahasa Indonesia, Terputusnya Ilmu Para Ulama, (Solo;
Pustaka at-Tibyan, 2009), h.34
[3] Ibnu Sa’ad juga megeluarkan semakna dengan
ini dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 3/335, Lihat Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir
[4] Diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahihnya,
kitab Fadhail Madinah, bab Karahiyatu an-Nabi an Tu’ra al-Madinah, (4/100
Fathul Bari), Lihat Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir
[5] Syarh Az-Zarqooni 'ala Al-Muwattho' 3/58
[6]
Hadits Shahih diriwayatkan oleh Imam Malik (1601) dalam al-Muwaththa’.
[7]
Syaikh Majdi Fathi as-Sayyid, Op. Cit. hl. 36
[8] Ibid,
h. 39
[9] Ibid,
h. 43
[10]
Dikutip dari Kajian Ustadz Dr. Khalid Basalamah, Lc. Ma, Sejarah Umar Bin
Khattab. Produksi Maa Hadzaa Tv. Sumber Youtobe
[11]
Syaikh Majdi Fathi as-Sayyid, Op. Cit, h. 43
[12] Ibid,
h. 43-44
[13] As-Sifaq yaitu daerah sekitar pusar berupa
kulit yang tipis yang terletak di bawah kulit luar dan di atas daging. (Lisanul
Arab 10/203).
[14] Dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/337 dari riwayat Hushain dari
Amr bin Maimun bahwa yang terbunuh sembilan orang, dan mungkin itu adalah
kekeliruan, sebab yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari sebagaimana kelak akan
diterangkan hanya tujuh orang yang tewas, dan riwayat ini dari Hushain dari Amr
dari Maimun.
[15] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, 7/ 63, “Di
dalam Zail al-Isti’ab karya Ibn Fathun dari jalan Sa’id bin Yahya al-Umawi
dengan sanadnya dia berkata, “Ketika melihat tragedi ini maka salah seorang
dari Muhajirin yang bernama Hatthan at-Tamimi al-Yarbu’i melemparkan
mantelnya.” Dan dikatakan bahwa Riwayat ini yang paling shahih dibandingkan
riwayat Ibnu Sa’ad yang memiliki sanad dhaif dan munqati’ yang menyatakan bahwa
lelaki itu adalah Abdullah bin ‘Auf, yang kemudian memenggal kepalanya, dia
berkata, “Jika jalan ini benar maka bisa jadi kedua orang ini sama-sama
bersekutu dalam membunuhnya.
[16] Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/ 365, Tarikh
ath-Thabari 4/193.
[17] Tarikh ath-Thabari 4/194.
[18] Ibid
[19] Tarikh ath- Thabari 4/197
[20] bid 4/198, Ibnu Sa’ad menyebutkan hal yang
semakna dalam Thabaqat, 3/365 dari dua jalan Dari Abu Ishaq as-Sabi’iy dan Amir
Ibnu Sa’ad dari Jarir bahwa dia pernah mendengar Muawiyah berkata, “Umar wafat
ketika berusia enam puluh tiga tahun.” Al-Waqidi berkata, “Hadits ini tidak kami
ketahui pernah terdengar di Madinah, pendapat yang paling kuat menurut kami
bahwa dia wafat ketika berusia enam puluh tahun.” Menurutku, Isnad Ibnu Sa’ad
lemah di dalamnya terdapat Hariz Maula Muawiyah, berkata al-Hafizh mengenai
diri perawi ini dalam at-Taqrib no.1195, “Dia majhul (tidak di kenal) dari
thabaqah ke tiga.
[21] Lihat Tarikh ath-Thabari 4/ 198,
kukatakan, “Pendapat al-Madaini sesuai dengan apa pendapat pengarang bahwa
umurnya ketika masuk Islam dua puluh tujuh tahun, tepatnya enam tahun setelah Rasul
di utus.( 27+7+23=57).
REFERENSI
*Syaikh Majdi Fathi as-Sayyid, Terputusnya Ilmu Para Ulama, Solo;
at-Taibyan, 2009
* al-Imam
al-Hafizh Ibnu Katsir, Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah. Al-Bidayah wan-Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin
Penerjemah: Abu Ihsan
al-AtsariMuraja’ah: Ahmad Amin Sjihab, LcPenerbit: Darul Haq, Cetakan I (Pertama)
Dzulhijjah 1424 H/ Pebruari 2004 M.

0 Response to "Syahidnya Al-Faruq (Umar Bin Khaththab)"
Post a Comment
Silahkan Berikan Komentar Anda yang Positif